SORGA - SORGA MENGAPUNG DI TELUK SIBOLGA

Sorga-sorga Mengapung di Teluk Sibolga
by. Ekky Siwabessy
( blog ini di kutip 100 % dari www.insidesumatera.com)

---

Landscape dari atas Poncan Gadang

Speed boat mesin ganda berkekuatan 170 PK yang kami tumpangi melaju kencang memecah lekuk-lekuk gelombang Teluk Sibolga. Warna hijau air laut ketika meninggalkan dermaga Hotel Wisata Indah perlahan tergradasi menjadi kebiru-biruan, lalu memekat, pertanda kami sudah berada di perairan dalam. Percikan air yang terpental dari bagian bawah boat mulai membasahi wajahku. Cepat-cepat kuperiksa tas kamera untuk memastikan perlengkapan cukup aman. Pulau Poncan Gadang dan Poncan Ketek di sisi kiri dan kanan telah kami lalui. Di depan, bayang-bayang Pulau Mursala telah terlihat samar. 

Adalah Pak Maryadi, General Manager Hotel Wisata Indah Sibolga, yang membuat kami bisa memulai perjalanan membelah Teluk Sibolga ini menuju beberapa pulau di perairan barat itu. Meskipun kantuk dan letih masih terasa sehabis menempuh perjalanan semalaman dari Medan, tetap sulit rasanya menolak tawaran jalan-jalan di atas pinggiran Samudera Hindia ini. “Nanti juga ngantuknya hilang,” celetuk Pak Maryadi. Walhasil, sekitar pukul 13.45 WIB, speed boat yang disiapkan mulai bergerak meninggalkan dermaga Hotel Wisata Indah. Benar saja, hempasan angin laut dan pemandangan sekitar memang ampuh untuk membuat kami tetap terjaga.

Bagan-bagan pancang di tengah laut adalah gambaran kebesaran nyali nelayan-nelayan pesisir barat. Gugusan pulau yang tersebar di sekitar teluk, tampak kontras dengan birunya lautan. Sejauh mata memandang, hamparan pulau batu terserak di mana-mana. Pohon-pohon kelapa tumbuh subur di pesisir pulau yang agak besar, posisinya seperti cincin pulau.

Siang ini kami ditemani Bang Luhut Butarbutar sebagai kapten  speed boat dan tiga asistennya; Boy Sinaga, Bilmon Pakpahan dan Mikael Sinaga. Seperti rencana semula, kami diseberangkan ke Pulau Mursala yang merupakan pulau terbesar di bagian luar Teluk Sibolga. Pulau inilah yang diyakini menyelamatkan Kota Sibolga dari amukan tsunami di Sumatera tahun 2004 silam. Ia berfungsi seperti perisai yang membuat gelombang menjadi tawar sesampai di kota.

Pulau Mursala terletak pada 01.38’6,09” Lintang Utara dan 98.35’7,22” Bujur Timur. Oleh film produksi Hollywood berjudul King Kong, pulau ini pernah digambarkan secara gegabah sebagai pulau yang penuh dengan manusia purba, hewan mengerikan, dan segala keliaran lainnya. Mereka menyebut Mursala dan Sumatera sebagai setting film tersebut, dan hal itu telah memberikan gambaran yang salah pada dunia. Sekarang, kami ingin menyajikan pada Anda kondisi sesungguhnya.

Pulau Mursala memang memiliki hutan tropis yang masih perawan, tapi tidak ada kabut menyeramkan dan batu-batu gersang yang siap menenggelamkan kapal seperti di film King Kong. Pantai pasir dan ekosistem bawah lautnya belum mengalami kerusakan, sehingga pulau ini sangat populer di kalangan masyarakat Sibolga. Kita bisa snorkeling di bawah matahari yang hangat, dan seseorang bisa berjam-jam menikmati karang tanpa harus kedinginan. Di perairan ini, 700 macam ikan tropis akan menghibur kegiatan snorkling dan diving Anda.

Keunikan lainnya di Pulau Mursala adalah tersedianya objek wisata air terjun dengan ketinggian lebih kurang 35 meter yang langsung jatuh dari tebing pulau ke permukaan laut.

Air Terjun Spektakuler

Ketika jarak kami dengan bibir pantai Pulau Mursala tinggal berkisar 100 meter, mulai tampak terumbu-terumbu karang  dan ikan-ikan beraneka warna yang membayang dari permukaan. Padahal kedalaman air masih berkisar 5 sampai 4 meter. Bang Luhut menghentikan speed boat. Ia mengenakan pakaian selam, snorkel dan menjumput senapan berburu bawah air.

“Ada yang pesan ikan, jadi aku harus menembak. Kalian kutinggal dulu. Nanti jemput aku satu jam lagi,” demikian ia berujar kepada asistennya. Lalu ia menoleh dan berkata kepada kami, “Selamat bersenang-senang ya”.

“Byurrr..!” Lelaki itu pun hilang, masuk dalam pelukan samudera, dan ia akan bertransaksi dengan laut.

Bang Luhut Butarbutar adalah operator kapal sekaligus pemandu diving dan snorkeling Hotel Wisata Indah. Pengalamannya sebagai pemandu wisata bahari sudah tak diragukan lagi. Sebentar saja ia sudah melupakan kami karena asyik mencari ikan di sela-sela terumbu karang pada dasar laut di bawah kami. Akhirnya speed boat kembali melaju meninggalkan Bang Luhut dengan kesibukannya di bawah sana.

Pertama, kami dibawa langsung menuju air terjun pada bagian pulau yang menghadap langsung ke Samudera Hindia. Pukul 14.50 WIB, air terjun itu sudah di depan mata kami. Jatuhannya menimbulkan riak yang berpadu dengan gelombang. Air mengalir pada batuan granit kemerah-merahan di tebing pulau, lalu tercurah dalam volume yang besar ke permukaan laut dengan bunyi berdebum-debum. Volume air terjun akan lebih besar lagi pada musim penghujan.

Saya menyaksikan dasar laut yang berwarna biru kehitaman. Tentu kedalamannya mencapai puluhan meter. Kami pun tidak menyia-yiakan kesempatan untuk segera mengabadikan fenomena alam ini dari pinggiran boat. Cukup jarang di belahan dunia ini ditemukan air terjun yang langsung berujung pada lautan.

“Di sini adalah tempat favorit para wisatawan asing yang gemar diving. Hanya saja harus ekstra hati-hati karena kadang-kadang ada ikan hiu yang berkeliaran di sini,” ujar Bilmon kepada kami. Penjelasan singkat itu sudah cukup membuat kami menyurutkan badan ke bagian tengah boat dan mengambil foto dari sana. Setelah menghabiskan waktu beberapa menit merekam objek air terjun, kami pun memutuskan merapat ke pulau agar dapat bersosialisasi dengan penduduk asli Mursala.

Berbeda dengan Pulau Poncan dan Pulau Putih, di Mursala belum terdapat resort. Bahkan sekadar fasilitas dermaga pun tak tersedia. Jadi kalau ingin menyambangi penduduk, boat harus membuang jangkar sedikit ke tengah, lalu melanjutkan perjalanan ke daratan dengan menumpang perahu kecil. Hanya ada satu tempat di mana kapal dapat bersandar, yaitu di Dusun Hili Badalu yang merupakan desa terbesar di pulau itu. Masalahnya, desa itu berada di sisi kiri pulau jika kita melaju dari arah Sibolga. Akhirnya terpaksa kami harus memutar dan kembali melewati tempat di mana Bang Luhut tadi asyik berburu ikan, kemudian menuju desa terbesar di pulau itu.

Orang-orang Pulau

Beberapa menit kemudian, kapal kami telah bersandar pada dermaga sederhana yang terbuat dari susunan kayu laut dan papan. Sebuah rumah panggung berdiri di ujung dermaga. Beberapa penduduk desa yang berprofesi sebagai nelayan tampak sedang menganyam jala di teras rumah. Setelah menitipkan speed boat, kami berjalan meniti dermaga kayu yang memanjang kurang lebih 150 meter ke daratan itu.

Kondisi dermaga yang memprihatinkan membuat pengunjung sebaiknya ekstra hati-hati. Beberapa bagiannya sudah lapuk termakan cuaca. Keadaan ini sedikit banyak cukup mencerminkan perekonomian penduduk Hili Badalu. “Dermaga ini sudah berapa kali kita perbaiki, tapi rusak lagi. Kalau mau diperbaiki dengan bahan yang lebih baik, dananya terlalu besar bagi kami,” kata Pak Halawa, salah seorang penduduk desa yang kami sambangi rumahnya.

Sama halnya dengan sebagian besar penduduk Pulau Mursala, Pak Halawa dan keluarganya berasal dari Nias. Orang-orang Nias memang dikenal tangguh sebagai perintis lahan baru. Sejak dahulu, orang-orang Sibolga enggan bermukim di pulau yang memiliki luas lebih kurang 800 hektar ini karena adanya kepercayaan yang mengatakan bahwa pulau ini dihuni makhluk halus yang menurut istilah mereka disebut “tondi”.

Terdesak oleh kebutuhan atas lahan usaha yang baru, orang-orang Nias perantauan mulai datang dan menetap di pulau itu. Sekarang ini, lebih dari 100 kepala keluarga telah menetap secara tersebar dalam beberapa dusun di Pulau Mursala.

Untuk menutupi kehidupan sehari-hari, kebanyakan orang Mursala menanam ubi kayu dan karet. “Karet itu kami pasarkan ke Sibolga sekali dalam 3 bulan dengan memakai perahu nelayan biasa. Jumlahnya masih kecil-kecil karena kami masih coba-coba. Sedangkan ubi kayu hanya untuk konsumsi sehari-hari,” ujar Pak Halawa.

Keunikan dari Dusun Hili Badalu adalah perangkap tupai yang dapat dijumpai pada setiap pohon buah di dusun itu. “Di sini kami sulit menikmati buah-buahan yang kami tanam karena sudah keburu dimakan tupai. Jadi terpaksa kami harus membuat perangkapnya,” kata Pak Ndruru, Kepala Dusun Hili Badalu.

Selain karet dan ubi kayu, orang-orang Pulau Mursala saat ini sedang mencoba membudidayakan rumput laut. Namun sampai saat ini, usaha baru itu belum menunjukkan hasil yang memuaskan. “Kendalanya macam-macam. Mulai dari tingkat pencemaran sampai perbuatan iseng orang yang memutuskan tali keramba tempat memelihara rumput laut. Kita berusaha menjaga lingkungan laut dan hutan karena Pulau Mursala katanya adalah tempat yang dilindungi dan dilestarikan. Namun ketika kita mencoba membuka peluang baru yang ramah lingkungan, ada saja halangan dari pihak-pihak tidak bertanggungjawab,” keluh Pak Ndruru.

Sialnya lagi, pulau yang begitu luas masih memiliki sistem administrasi pedesaan yang tidak terpadu. Kepala desa yang membawahi keseluruhan dusun di Pulau Mursala berkantor nun jauh di Kota Sibolga, sehingga segala perkara yang terjadi di pulau tidak terpantau sehari-hari.

Pak Ndruru juga mengeluh karena beberapa penduduk pulau belakangan terserang penyakit demam dengan rasa nyeri di persendian yang merupakan ciri khas penyakit Chikungunya. “Sebenarnya ada puskesmas keliling yang berfungsi untuk mengontrol kesehatan penduduk yang tinggal di pulau-pulau, tapi sudah lama mereka tidak pernah keliling lagi,” ujar Pak Ndruru yang berencana akan membawa beberapa penduduk berobat ke Sibolga.

Hidup di pulau indah bak sorga ini memang tak lantas membuat kehidupan warga lokalnya nyaman dan sejahtera. Mereka membutuhkan suatu sistem pemerintahan terpusat yang menyentuh berbagai bidang, baik ekonomi, keamanan maupun kesehatan di pulau itu sendiri agar warga dapat menjalankan roda kehidupan yang layak.

Bayangkan saja kalau kondisi mereka dibiarkan tak terurus. Kemiskinan bisa saja berdampak pada munculnya tekanan warga pada hutan pulau yang masih perawan dan terumbu karangnya yang indah. Bukan hanya masyarakat Sibolga saja yang segera akan merasa kehilangan Pulau Mursala, tetapi juga seluruh dunia. Sebab taman terumbu karang Pulau Mursala sudah menjadi salah satu tempat konservasi yang dilakukan Coral Reef Rehabilitation and Management Program (COREMAP).

 Snorkeling di Pulau Putih

Karena sudah berjanji menjemput Bang Luhut Butarbutar sebelum melanjutkan perjalanan ke tempat lainnya, kami pun berpamitan dengan penduduk Dusun Hili Badalu. Setelah itu, boat melesat ke tempat kami meninggalkan Bang Luhut satu jam lalu. Dari kejauhan, lelaki itu masih tampak asyik mengawasi sesuatu di dasar samudera hingga tak menyadari kedatangan kami.

 “Dapat Bang?” tanyaku ketika ia sudah berada di samping boat. Bang Luhut menjawab dengan senyuman sembari menjulurkan senapan bawah airnya. Ketika senapan air itu kami tarik, 8 ekor ikan dengan berat berkisar 4 kg hingga 5 kg per ekor dari jenis kakap merah, kerapu dan sebagainya. Ikan-ikan itu terikat pada tali di panggal senapan. Terbayang olehku bagaimana Bang Luhut berkejar-kejaran dengan ikan-ikan itu sambil membidiknya di sela-sela terumbu karang di bawah sana. Keahlian yang luar biasa.

Setelah sang kapten naik ke atas kapal, perjalanan pun dilanjutkan menuju Pulau Putih. Pulau ini adalah salah satu pulau kecil yang jaraknya berkisar 12 mil laut dari Sibolga. Letaknya nyaris berdempetan dengan Pulau Mursala. Hotel Wisata Indah telah membangun cottage sederhana bagi para wisatawan yang hendak singgah untuk sekadar melepas lelah sehabis melakukan aktivitas diving ataupun memancing di seputaran Pulau Mursala.

Tepat pukul 15.47 WIB, kami tiba di dermaga Pulau Putih yang berada di selat sempit yang memisahkan Pulau Putih dan Mursala. Kami disambut oleh satu keluarga yang menjadi penjaga resort. Buah kelapa menjadi sajian wajib di pulau ini, dipetik dari pohon-pohon kelapa unggulan yang rendah dan mudah dijangkau.

Di Pulau Putih terdapat lebih kurang 7 bangunan cottage sederhana untuk kapasitas 1 atau 2 orang per kamar. Harga untuk menginap di cottage ini sudah termasuk biaya sewa kapal dari Sibolga melalui Hotel Wisata Indah. Kendala utama untuk menghabiskan waktu berhari-hari di pulau ini adalah air bersih. Kalaupun ada sumber air, isinya tergantung curah hujan. Akhirnya Pulau Putih hanya berfungsi sebagai tempat persinggahan. Padahal keindahan pulau kecil ini sangat potensial untuk wisatawan yang ingin berlibur untuk jangka panjang. Kalau boleh berandai-andai, selat kecil dan kejernihan air laut di Pulau Putih sangat mirip dengan lokasi shooting film “Beach” di seputaran Phuket, Thailand.

Kami tak mau menyia-nyiakan waktu lagi. Setelah mengenakan perlengkapan snorkel dan sepatu katak, beberapa menit kemudian saya sudah terapung-apung di atas air biru jernih di tengah alur, menikmati dunia bawah laut Samudera Hindia yang cerah. Dalam ketenangan yang hanya diganggu debur ombak di pantai ini, saya berkenalan dengan terumbu karang dalam berbagai variasi warna; merah, abu-abu, hijau dan kebiru-biruan. Inilah rumah bagi ikan warna-warni yang berkejar-kejaran di depan mataku.

Percaya atau tidak, terumbu karang merupakan sumber perikanan yang tinggi. Dari 132 jenis ikan yang bernilai ekonomi di Indonesia, 32 jenis di antaranya hidup di terumbu karang. Berbagai jenis ikan karang menjadi komoditas ekspor karena rasanya yang lebih enak. Terumbu karang yang sehat menghasilkan 3 sampai 10 ton ikan per kilometer persegi per tahun. Rupanya di dunia seperti inilah tadi Bang Luhut main petak umpet dengan ikan.

Pulau Poncan Gadang

Pagi hari pukul 08.00 WIB keesokan harinya, kami kembali berada di atas perahu berkekuatan 40 PK yang berfungsi sebagai kendaraan antar jemput karyawan menuju Pulau Poncan. Di pulau yang hanya berjarak 20 menit dari Pantai Sibolga ini terdapat sebuah resort yang sudah dikenal luas, yakni Sibolga Marine, cabang dari Hotel Wisata Indah. Setiap pagi dan sore, perahu yang kami gunakan bertugas mengantar jemput karyawan resort yang berjumlah sekitar 33 orang.

Sebenarnya, di Teluk Sibolga terdapat 2 pulau yang memiliki nama Poncan (yang dalam bahasa setempat berarti pulau). Masing-masing adalah Poncan Gadang (besar) dan Poncan Ketek (kecil). Yang terakhir ini tidak memiliki resort seperti di Poncan Gadang karena ukurannya terlalu kecil dan tidak memiliki sumber mata air. Begitupun, Poncan Ketek menyimpan sejarah perkembangan Kota Sibolga. Konon, sebelum Kota Sibolga dihuni oleh penduduk, Poncan Ketek adalah pusat perdagangan pertama di Teluk Tapian Nauli.

Sekitar 20 menit kemudian, kapal kecil yang kami tumpangi tiba di Pulau Poncan Gadang. Manajer resort, Pak Alvi, berbaik hati mengantarkan kami berkeliling pulau. Berbeda dengan Mursala yang masih perawan, Poncan Gadang telah menjadi pulau tujuan wisata yang well accomodated. Tersedia 70 kamar dengan kategori standard, superior dan deluxe di sini. Tarifnya mulai dari Rp 225.000 hingga 580.000 per malam. Harga tersebut sudah termasuk breakfast untuk dua orang.

Resort di Poncan Gadang menyediakan penyewaan alat-alat memancing, snorkeling maupun diving dengan harga yang cukup bersahabat. Selain itu, tersedia pula fasilitas permainan air seperti jet sky dan banana boat. Untuk wisatawan keluarga, di resort ini juga tersedia sarana permainan anak seperti ayunan, perosotan serta lapangan bola volley. Itulah sebabnya para wisatawan selalu menggunakan pulau ini sebagai hub untuk mengunjungi pulau-pulau lain di Teluk Sibolga.

Meski hanya sebuah pulau berukuran sedang, tapi Poncan Gadang dilengkapi dengan satu hutan tropis kecil yang rimbun. Hutan itu tumbuh di sebuah bukit kecil yang menyimpan situs sejarah Gua Jepang, sisa peninggalan Perang Dunia II.

Sambil menunggu waktu jemputan, kami mengisi waktu dengan beramah tamah dan bermain volley bersama karyawan hotel. Menjelang sore, saya kembali mencoba ber-snorkeling ria di sekitar dermaga pulau. Puas rasanya menghabiskan hari-hari menikmati keindahan pulau-pulau di seputaran Teluk Sibolga.

 

Transportasi

Medan-Sibolga                                                           : Rp 100.000 hingga Rp 120.000

Dapat ditempuh dengan menggunakan jasa angkutan dari taksi di seputaran Jalan Sisingamangaraja Medan.

Carter Kapal Sibolga-P. Poncan Gadang                      : Rp 300.000 per grup (13 orang)

Kapal dapat disewa dari Hotel Wisata Indah ataupun nelayan sekitar.

Carter Kapal Sibolga-P. Mursala/P.Putih                      : Rp 1.320.000 hingga Rp 8.500.000

Kapal hanya bisa disewa dari Hotel Wisata Indah. Semakin besar kekuatan mesin, kapasitas dan daya tampung, makin besar pula harga sewanya. Harga sewa ini berlaku per hari.